Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) menyatakan
dukungan penuh kepada pemerintah untuk mendorong divestasi saham PT Freeport
Indonesia (PTFI) di Papua.
GP Ansor tegas meminta pemerintah, dalam hal ini
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, tetap berani dan
konsisten menjalankan amanat konstitusi, serta tidak mudah tunduk pada tekanan
dari pihak yang pro Freeport.
"GP Ansor mendukung sepenuhnya upaya pemerintah
untuk menjalankan amanat konstitusi yang juga diakui secara sah dan meyakinkan
oleh hukum internasional terkait penguasaan maupun pengelolaan bumi, air dan
kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," kata Ketua Umum
PP GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas, dalam keterangan pers, Senin (20/2).
Bahkan, Yaqut mengakui bahwa ia telah memerintahkan
semua anggota maupun kader Ansor dan Banser untuk siaga satu komando dan siap
membantu melakukan akuisisi, analisis dan artikulasi Big Data atas PTFI, dan
melakukan rekayasa-rekayasa sosial bila dibutuhkan negara.
"Semua anggota dan kader sudah siaga satu dan
siap membantu jika dibutuhkan negara, khususnya jika PTFI menempuh jalur
arbitrase, di mana sebelumnya juga sudah melakukan pemecatan pegawai sebagai
upaya menekan pemerintah sekaligus menunjukkan wajah asli kapitalisme korporasi
asing," jelasnya.
Lebih lanjut, GP Ansor menilai bahwa PP 1/2017 yang
mengubah Pasal 97 PP 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan
Mineral dan Batubara, sudah mencerminkan semangat penguasaan negara atas bumi,
air dan kekayaan alam seperti dikehendaki konstitusi. Pasal tersebut berkaitan
dengan kewajiban pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha
Pertambangan Khusus (IUPK) yang sahamnya dimiliki asing untuk melakukan
divestasi sahamnya secara bertahap, sehingga paling sedikit 51 persen dimiliki
peserta Indonesia.
"Haruslah tunduk dan patuh pada aturan Pasal 33
ayat 3 UUD 1945, agar dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat," tegas anggota Komisi VI DPR RI itu.
PP 1/ 2017 yang merujuk pada Pasal 169 dan Pasal 170
jo. Pasal 103 ayat (1) UU 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
(Minerba) mengatur kewajiban pemegang kontrak karya yang sudah berproduksi
untuk melakukan pemurnian selambat-lambatnya lima tahun sejak UU Minerba
tersebut diundangkan, atau selambat-lambatnya tanggal 12 Januari 2014.
GP Ansor juga mendesak Menteri ESDM agar tetap berani,
konsisten dan teguh berpegang pada menjalankan amanat konstitusi seperti tegas
dinyatakan PP 1/2017.
Organisasi sayap Nahdlatul Ulama itu siap bekerjasama
untuk memastikan agar pelaksanaan penerapan PP 1/2017 berjalan dengan baik,
dengan secara khusus mempertimbangkan aspek lingkungan, hak asasi manusia,
maupun perikehidupan yang layak, khususnya bagi rakyat di Papua.